Media Online Antara - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengatakan masyarakat yang memahami politik dan aturan hu...
Media Online Antara - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengatakan masyarakat yang memahami politik dan aturan hukum akan merasa aneh dengan pernyataan seorang mantan pejabat tinggi negara yang juga tokoh partai tertentu, yang konon akan menduduki DPR dan memaksa bersidang untuk menurunkan Presiden Jokowi.
Lalu apakah benar seorang presiden dapat diturunkan oleh sekelompok orang yang tidak menyukainya, dengan cara memaksa DPR untuk sidang istimewa?
Untuk pembelajaran bersama, TB Hasanuddin mengajak semua pihak membahas secara singkat bagaimana mekanismenya di DPR.
Ilustrasi Pilpres |
Sesuai konstitusi negara, kata Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini, mekanisme pemakzulan atau impeachment terhadap presiden dan/atau wakil presiden harus melalui tiga tahap pada tiga lembaga tinggi negara yang berbeda yaitu DPR, MK dan MPR. Hal ini diatur dalam Pasal 7a dan 7b UUD NRI 1945.
"Di masing-masing lembaga tinggi negara itu juga ada proses yang harus dilalui sesuai aturan perundang undangan yang berlaku," papar TB Hasanuddin.
Dia menjelaskan, proses pemakzulan harus diawali dengan keputusan politik DPR untuk menggunakan hak hak politiknya, yakni hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Alur hak menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 210 sampai dengan pasal 219 UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Hasil hak interpelasi atau hak angket dapat diusulkan oleh anggota DPR dan bila memenuhi persaratan jumlahnya dapat dibawa ke rapat paripurna, syarat kehadiran dalam rapat paripurna harus dihadiri oleh lebih dari 2/3 anggota DPR. Hasil rapat paripurna harus mendapat persetujuan lebih dari 2/3 anggota DPR yang hadir.
Bila usulan itu lolos maka dibentuk lagi Pansus, hasil Pansus dibawa lagi ke paripurna DPR. Bila paripurna DPR menerimanya barulah di uji ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bila MK membenarkan pendapat DPR itu maka sesuai Pasal 215 (1) UU MD3 disebutkan bahwa dalam hal MK memutuskan bahwa pendapat DPR itu terbukti, DPR menyelenggarakan paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR .
Selanjutnya, sesuai Pasal 38 (3) UU MD3 dikatakan bahwa keputusan MPR itu dinyatakan sah harus dihadiri paling sedikit oleh 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui paling sedikit oleh 2/3 dari jumlah yang hadir.
"Jadi secara politis maupun hukum sesuai UUD 1945 dan aturan perundang-undangan yang ada, tidak mudah memakzulkan presiden," tegas TB Hasanuddin memaparkan.
Aturan di atas, tambah TB Hasanuddin, berlaku bukan hanya untuk Presiden Jokowi saja, tapi untuk semua presiden RI , siapapun besok presidennya.
"Di era demokrasi ini, bila ada kekurangan dari pemerintah, marilah kita kritisi dengan memberi solusinya. Dan bila berkeinginan mengganti presiden, sebaiknya bersabar dan ada kesempatan terbuka dalam Pilpres 2019. Mengapa pula kita harus menabrak UU yang sudah kita sepakati bersama?" tutupnya.
loading...
Source link